PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PIHAK KETIGA ATAS KEWENANGAN KURATOR MENGAKHIRI PERJANJIAN SEWA – MENYEWA (STUDI KASUS PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG NO. 78 PK/PDT.SUS/2015)

Oleh : Nelson Kapoyos, SH., MH

Hukum Kepailitan merupakan hukum yang mengatur secara privat mengenai cidera janjinya Debitor dengan tidak melunasi utang yang telah jatuh waktu/tempo kepada salah satu Kreditor, untuk menjamin pelunasanya maka segala harta kekayaan debitor dibagikan kepada kreditor tersebut dan kreditor lainya yang mempunyai pengikatan utang dengan debitor. Ketentuan hukum kepailitan mengadopsi Pasal 1331 Burgerlijk Wetboek atau selanjutnya disebut BW, yang menyatakan segala kebendaan baik itu bergerak maupun tidak bergerak sudah ada maupun yang ada di kemudian hari menjadi tanggungan untuk segala utang dan Pasal 1332 BW yang mewajibkan adanya kreditor lainya agar pembagian jaminan dapat dibagi rata sesuai dengan haknya masing – masing piutang.

Mengenai pelaksanaan pembagian segala harta kekayaan debitor, maka pengurusan dan pemberesanya dilakukan oleh Kurator sebagaimana yang dimaksud di dalam Pasal 1 ayat 1 UU No. 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan PKPU (“UU Kepailitan”). Kurator bertanggung jawab mengamankan harta debitor pailit lalu mencocokan segala piutang dari para kreditor, selanjutnya membereskan harta pailit melalui eksekusi baik itu melalui perlelangan umum maupun di bawah tangan. Kurator sebagaimana yang diamanatkan oleh UU Kepailitan, mempunyai kewenangan khusus  untuk mengakhiri perjanjian timbal – balik antara debitor pailit dengan pihak ketiga lainya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 dan 37 UU Kepailitan.

Ketentuan mengenai kewenangan khusus yang dimiliki kurator ini justru berdampak merugikan pihak ketiga atas perjanjian sewa menyewa yang sudah disepakati. Salah satu contoh kasus yang menarik perhatian penulis yakni Putusan Perkara Peninjauan Kembali Mahkamah Agung No. 78 PK/Pdt.Sus- Pailit/2015 antara Tim Kurator PT. Panca Wiratama Sakti, TBK., melawan PT. Takara Golf Resort.

Perkara ini berawal dari Perjanjian sewa menyewa antara PT. Takara Golf Resort dengan PT. Panca Wiratama Sakti, Tbk. (Debitor Pailit). PT. Takara Golf Resort Pada tanggal 20 Oktober 1993 telah menyepakati perjanjian Sewa berupa Tanah dengan PT. Panca Wiratama Sakti, Tbk untuk dibangun usaha Lapangan Olahraga Golf. Pada tahun 2013 PT. Panca Wiratama Sakti, Tbk berdasarkan Putusan Peninjauan Kembali Nomor 135 PK/Pdt.Sus/2013 telah dinyatakan Pailit, atas akibat kepailitan tersebut majelis hakim menunjuk  beberapa kurator dalam hal ini Tim Kurator PWS (Panca Wiratama Sakti). Pihak ketiga yakni penyewa mengajukan gugatan perbuatan melawan hukum terhadap Tim Kurator PWS, namun berdasarkan  putusan Nomor 08/Pdt.Sus-Gugatan.Lain-lain/2014/PN. Niaga Jkt. Pst. jo. Nomor 11/Pailit/2011/PN Niaga Jkt. Pst. Majelis hakim Pengadilan Menolak seluruh Gugatan PT. Panca Wiratama Sakti.

Panca Wiratama Sakti mengajukan upaya hukum Kasasi ke Mahkamah Agung RI pada Perkara Nomor 658 K/Pdt.Sus-Pailit/2014. Adapun amar putusan Majelis Hakim Kasasi, mengabulkan seluruh permohonan Kasasi PT. Panca Wiratama Sakti, atas putusan ini maka Majelis Hakim Kasasi MA melindungi pihak ketiga atas kewenangan kurator mengakhiri Perjanjian Sewa Menyewa Tanah yang digunakan sebagai Lapangan Golf.

Tim Kurator PWS kemudian mengajukan upaya hukum Peninjauan Kembali Pada Perkara No. 78 PK/PDT.SUS-PAILIT/2015. Berdasarkan Amar Putusan Majelis Peninjauan Kembali berpandangan lain yang membatalkan Putusan Kasasi No. 658 K/Pdt.Sus-Pailit/2014, dengan dikabulkan permohonan PK Tim Kurator PWS.

Melihat di dalam kasus ini ada pandangan berbeda oleh Majelis Hakim pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang dikuatkan oleh Hakim Peninjauan Kembali Perkara No. 78 PK/PDT.SUS-PAILIT/2015  dengan Majelis Hakim Kasasi Perkara No. 658 K/Pdt.Sus-Pailit/2014. Perbedaan pandangan pendapat majelis hakim ini mengacu pada Pasal 36 UU Kepailitan yang saling menafsirkan satu sama lain,  yang menyatakan sebagai berikut:

Dalam hal pada saat putusan pernyalaan pailit diucapkan, terdapat perjanjian timbal balik yang belum atau baru sebagian dipenuhi, pihak yang mengadakan perjanjian dengan Debitor dapat meminta kepada Kurator untuk memberikan kepastian tentang kelanjutan pelaksanaan perjanjian tersebut dalam jangka waktu yang disepakati oleh Kurator dan pihak tersebut.

Dalam hal kesepakatan mengenai jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak tercapai, Hakim Pengawas menetapkan jangka waktu tersebut.

Apabila dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) Kurator tidak memberikan jawaban atau tidak bersedia melanjutkan pelaksanaan perjanjian tersebut maka perjanjian berakhir dan pihak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat menuntut ganti rugi dan akan diperlakukan sebagai kreditor konkuren.

Apabila Kurator menyatakan kesanggupannya maka Kurator wajib memberi jaminan atas kesanggupan untuk melaksanakan perjanjian tersebut.

Putusan Majelis Hakim Kasasi mendasari pada Perlindungan Hukum Pihak Ketiga, menurutnya Perjanjian tersebut telah selesai dimana penyewa telah memberikan uang sewa dan Pihak Pemilik Tanah (Debitor Pailit) telah memberikan Tanah yang dijadikan objek sewa tersebut. Menurut Penulis dari Pertimbangan Majelis Kasasi terkait Pasal 36 ayat (3) UU Kepailitan pihak kurator tidak berhak mengakhiri kontrak karena berdasarkan Pasal 36 ayat (1) UU Kepailitan makna penafsiran hakim mengenai belum atau sebagian terpenuhi itu pada saat pelaksanan kontrak bukan pada saat pemakaian sewa menyewa yang belum berakhir masa jangka waktunya, maka demi terlaksananya kepastian hukum dan perlindungan hukum atas perjanjian tersebut pihak penyewa tetap dapat memanfaatkan tanah milik Debitor hingga masa sewa selesai yang baru berakhir pada Tahun 2018, maka korelasi antara Pasal 36 ayat (1) dan ayat (3) UU Kepailitan tidak dapat digunakan oleh kurator untuk memutus perjanjian sewa yang masa pemakaianya belum berakhir.

Berbeda halnya dengan Pertimbangan Putusan Majelis Hakim PK yang menguatkan Putusan Pengadilan Jakarta Pusat menyatakan bahwa kurator berwenang mengakhiri perjanjian Sewa Menyewa antara Debitor Pailit dengan Pihak Ketiga, karena di dasari bahwa Kepailitan merupakan sitaan umum segala harta kekayaan debitor pailit yang pengurusan dan pemberesanya dikuasai oleh Kurator di bawah hakim pengawas, sehingga kurator sebagaimana Pasal 36 ayat (1) dan ayat (3) berwenang mengakhiri kontrak sewa namun tetap memberikan jaminan kepada pihak ketiga yakni dimasukkan sebagai kreditor konkuren. Pengertian Kreditor Konkuren itu sendiri mempunyai kepentingan untuk pelunasan utang dengan pembagian sesuai dengan tingkatanya dari yang paling tinggi hingga paling kecil disamaratakan sesuai jumlah piutang (Prorata), namun tidak termasuk di dalam kreditor yang mempunyai hak didahulukan dan hak yang diistimewakan oleh UU. Pertimbangan Hakim PK tersebut juga menerangkan Kurator memberikan jaminan perlindungan keistimewaan bagi pihak ketiga tersebut, dalam hal pendaftaran tagihan dan tidak terikat pada jangka waktu yang sudah ditetapkan Kurator.

Pertimbangan Majelis Hakim PK perkara No. 78 PK/PDT.SUS-PAILIT/2015 menjadi yurisprudensi tentang tafsiran perluasan makna Pasal 36 ayat (1) dan ayat (3) UU Kepailitan terhadap kewenangan Kurator dalam mengakhiri perjanjian Sewa menyewa,  meskipun akibat hukum bagi pihak ketiga yang telah rugi baik secara materiil maupun immaterial terhadap objek sewa yang dijadikan usahanya membuka lapangan golf. Mengenai dijadikanya pihak ketiga sebagai Kreditor Konkuren tidak dapat dipastikan bahwa pihak ketiga sebagai penyewa mendapatkan pelunasan kerugian sebagaimana yang dituntut dengan jumlah yang sangat besar, karena terhadap objek tanah milik debitor pailit akan dibagi rata oleh kurator sesuai dengan jumlah yang telah dicocokan piutangnya kepada masing – masing kreditor.